Mengapa blog ini saya buat??

Saya menyadari bahwa orang membutuhkan motivasi dalam hidupnya. Karena itu saya membuat blog ini untuk memberikan motivasi bagi sesama.

Bagi teman-teman yang ingin berbagi cerita-cerita motivasi atau ayat-ayat dan renungannya. Bisa mengirim email ke sastra_2005@yahoo.com. Dengan senang hati saya akan segera mempostnya. Terima kasih, semoga blog ini bermanfaat. GBU all

Saya juga persilahkan untuk mencomment post yang saya upload. Tapi saya minta tolong commentnya jangan menghina, menyinggung, atau berbau sara yah ^^

Atas masukan dari beberapa teman. Maka saya tampilkan panduan untuk memberi comment pada artikel2 yang ada.

1. Klik .. comment, yang terletak pada sebelah kanan tempat penulisan tanggal artikel diterbitkan (terletak dibawah artikel).
2. Pada bagian bawah artikel akan muncul field untuk memasukkan comment. Silahkan mengetik comment anda.
3. Pada bagian bawahnya ada field bertuliskan comment as (berfungsi untuk menandakan identitas anda).
4. Silahkan pilih identitas anda:
- name / url untuk memasukkan nama anda. Url boleh tidak diisi. klik continue untuk melanjutkan.
- anonymous untuk tidak meninggalkan identitas anda.
- ada beberapa pilihan account lain yang mungkin anda punyai.
5. klik preview untuk melihat tampilan comment anda.
6. post comment untuk menerbitkan dan memasang comment anda di artikel.

Semoga petunjuk ini membantu anda.

Friday, September 10, 2010

Arti Ketekunan

Aku adalah seorang mantan guru sekolah musik dari Des Moines, Iowa. Selama 30 tahun aku mengajar piano. Selama itu pula aku menemukan bahwa setiap anak mempunyai kemampuan musik yang berbeda. Aku tidak pernah merasa telah berbuat sesuatu yang besar, walaupun aku telah mengajar beberapa murid yang berbakat.

Walaupun begitu, aku ingin bercerita tentang seorang muridku yang paling berkesan, Namanya Robby.



Robby berumur 11 tahun saat ibunya memasukkan dia di dalam les untuk pertama kalinya. Sebenarnya, aku lebih suka kalau muridku mulai belajar pada usia yang lebih muda. Dan, aku menjelaskan hal tersebut kepada Robby. Tetapi, Robby mengatakan bahwa ibunya ingin sekali mendengar ia bermain piano. Jadi aku menerimanya sebagai murid.

Lalu, Robby memulai kursus pianonya. Sejak awal aku berpikir bahwa ia tidak ada harapan. Robby mencoba, tetapi ia tidak mempunyai perasaan akan nada maupun irama dasar yang perlu dipelajari. Namun, ia dengan serius memperlajari tangga nada dan beberapa pelajaran awal yang aku wajibkan untuk dipelajari oleh semua murid.

Selama beberapa bulan ia terus mencoba dan mendengarnya dengan ngilu, tetapi tetap memberinya semangat.

Setiap akhir pelajaran mingguannya, dia berkata,”Ibuku pasti akan mendengarkan aku bermain piano pada suatu saat nanti.” Tetapi, rasanya sia sia saja. Ia memang tidak mempunyai bakat.

Aku sering melihat ibunya dari jauh, saat menurunkan dan menjemputnya. Ia hanya tersenyum dan melambaikan tangan, tetapi tidak pernah turun. Pada suatu ketika Robby tidak datang les lagi, dan aku pernah berpikir untuk menghubunginya, tetapi dalam hati aku berpikir bahwa karena ketidakmampuannya, mungkin ia mengambil kursus bidang lain. Aku juga senang karena ia tidak datang lagi. Ia menjadi iklan yang buruk bagi tempat kursusku!

Beberapa minggu sesudahnya, aku mengirimkan undangan kepada semua murid, termasuk Robby, mengenai pertunjukkan yang akan dilaksanakan.

Hal yang membuatku kaget adalah ketika Robby meminta agar ia dapat ikut bermain dalam pertunjukkan tersebut. Awalnya aku menolak dan mengatakan bahwa pertunjukkan itu hanya untuk murid yang ada sekarang. Karena ia telah keluar, tentu ia tidak dapat ikut serta. Robby mengatakan bahwa ibunya sakit sehingga ia tidak bisa mengantarnya ke tempat kursus, tetapi dia tetap terus berlatih.

“Bu Honford, tolonglah… aku ingin ikut bermain!” Ia meminta dengan memelas. Aku tidak tahu hal apa yang membuatku akhirnya mengijinkan ia bermain pada pertunjukkan itu. Mungkin karena kegigihannya atau mungkin ada suara yang berkata dalam hatiku bahwa ia akan baik baik saja.

Tibalah malam saat pertunjukkan itu berlangsung. Aula itu dipenuhi oleh orang tua, teman, dan relasi. Aku menaruh Robby pada urutan terakhir untuk bermain sebelum giliranku maju ke depan, untuk berterima kasih dan memainkan bagian terakhir. Aku yakin bahwa Robby akan membuat kesalahan dan aku akan menutupinya dengan permainanku.

Pertunjukkan itu berlangsung tanpa masalah. Murid murid telah berlatih dan hasilnya baik. Lalu, tibalah giliran Robby untuk naik ke panggung. Bajunya kusut dan rambutnya berantakan. “Kenapa dia tidak berpakaian seperti murid lainnya?”pikirku, ”Kenapa ibunya tidak menyisir rambutnya setidaknya untuk malam ini?” Robby menarik kursi piano dan mulai bermain.

Aku terkejut saat ia menyatakan akan memainkan Mozart Concerto #21 pada C Major.

Jarinya lincah di atas tuts, bahkan menari dengan gesit. Ia berpindah dari pianissimo ke fortissimo… dari allegro ke virtuoso. Akord gantung yang diinginkan Mozart sangat mengagumkan! Aku tidak pernah mendengar lagu Mozart dimainkan oleh seorang seusia dia dan sebagus itu!

Setelah enam setengah menit, Robby mengakhirinya dengan crescendo besar dan semua orang terpaku di sana, dengan tepuk tangan yang meriah. Dengan berurai air mata, aku naik ke panggung dan memeluk Robby dengan sukacita. “Aku belum pernah mendengar kau bermain seperti itu, Robby! Bagaimana kau dapat melakukannya?”

Melalui pengeras suara Robby menjawab,”Ibu Honford… ingatkah saat kukatakan bahwa ibuku sakit? Ya, sebenarnya ia sakit kanker dan ia telah meninggal dunia pagi ini. Dan sebenarnya… ia tuli sejak lahir, jadi hari inilah ia pertama kali mendengar aku bermain piano. Dan, aku ingin bermain secara khusus.”

Tiada seorangpun yang matanya kering malam itu. Ketika orang orang dari panti sosial membawa Robby dari panggung ke ruang pemeliharaan, aku menyadari bahwa meskipun mata mereka merah dan bengkak, betapa hidupku jauh lebih berarti karena telah mengambil Robby sebagai muridku.

Tidak, aku tidak pernah menjadi penolong, tetapi malam itu aku menjadi orang yang ditolong oleh Robby. Dialah guru dan akulah muridnya.

Karena Robbylah yang mengajarkan arti KETEKUNAN, KASIH, PERCAYA pada DIRI sendiri, dan bahkan mau MEMBERI KESEMPATAN kepada seseorang yang dianggap buruk.

Peristiwa ini semakin berarti bagiku, saat aku mendengar kabar bahwa Robby terbunuh dalam pengeboman yang tidak masuk akal yang terjadi di Alfred P. Murah Federal Building di Oklahoma pada bulan April 1995. Saat itu dilaporkan bahwa Robby sedang bermain piano.

Oleh sebab itu percayalah bahwa ketekunan, kasih, dan rasa percaya diri akan memiliki suatu arti.

ANONIM

No comments:

Post a Comment